Untuk Kita Renungkan: sebuah judul lagu yang booming dan melegenda dari seorang maestro, Ebit G Ade, sengaja saya buat tema. Sebab judul lagu tersebut mengispirasi saya untuk bahan renungan di penghujung tahun ini.
Banyak yang bilang, waktu berjalan (tidak terasa) begitu cepatnya. Ada pula yang bilang: “Rasanya baru kemarin”, dan yang semacamnya. Tetapi, pernahkah kita bilang: “Apa yang sudah saya perbuat” jika merasa waktu berjalan begitu cepat?
Dalam sebuah hadis yang sangat populer di kalangan muslim, Kanjeng Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
اغتنم خمسا قبل خمس: شبابك قبل هرمك، و صحتك قبل شقمك, وغناك قبل فقرك، و فراغك قبل شغلك، وحياتك قبل موتك!
“Manfaatkan lima perkara sebelum datangnya lima perkara, yakni: masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa fakirmu, waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu, dan masa hidupmu datang kematianmu.”
Karena kamasyhuran hadis ini, saya yakin sudah banyak yang paham dan hafal. Namun, apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh kita hanya sebatas untuk hapalan saja? Tentu tidak. Sebagai umat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kita semestinya mengambil pesan moral dari apa yang beliau sabdakan.
Hadis ini merupakan bahan renungan yang sangat dalam. Betapa berharganya waktu yang telah Allah Ta’ala anugerahkan kepada kita. Dengan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, kita tidak hanya menemukan kebahagiaan di dunia, namun juga keselamatan di akhirat kelak.
“…Pernahkah kita bilang: ‘Apa yang sudah saya perbuat’ jika merasa waktu berjalan begitu cepat?”
Untuk mengevaluasi diri kita, sudah seberapa banyak yang kita perbuat untuk kebaikan, atau justru telah banyak waktu kita yang terbuang dengan sia-sia. Atau, bahkan kita lupa akan tujuan kita diciptakan di dunia ini: dari mana kita berasal, untuk apa diciptakan, dan ke mana kita akan kembali. Dalam peribahasa jawa kuno: sangkan paraning dumadi.
Allah Ta’ala menegaskan dalam firman-Nya:
وما خلقت الجن و الإنس الا ليعبدون
“Tidaklah Kami ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk menyembah-Ku.”
Dari ayat dan hadis tersebut, cukup lah kiranya buat kita sebagai bahan renungan. Dalam setahun ini, kemana saja kaki kita melangkah, dan prestasi apa yang sudah kita raih. Dan yang paling penting untuk kita evaluasi adalah: apa tujuan kita hidup yang sebenarnya.
Ada pepatah: waktu adalah emas, waktu adalah uang, dan sebagainya. Memang tidak salah apapun pemisalannya tentang waktu. Yang pasti, kalau kita berbicara tentang waktu, pasti tidak akan terlepas dengan masalah umur. Dan berbicara tentang umur, tentu berkaitan dengan masalah maut atau mati.
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Cukuplah maut (kematian) menjadi sebuah nasihat dan peringatan.”
Seorang penyair dalam senandungnya:
يا من بدنياه اشتغل # و غره طول الأمل
الموت يأتى بغتة # والقبر صندوق العمل
“Wahai orang yang disibukkan dengan urusan dunia, dan panjangnya angan-angan. (Ingatlah) kematian itu datangnya tiba-tiba, dan kuburan adalah tempat (balasan) amal.”
Jika kita mau merenungi tentang efisiensi waktu, tentu kita mengingat akan kematian, dan kita akan termotivasi untuk memanfaatkan waktu sebaik-baiknya.
Syaikh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari berpetuah:
خير أوقاتك وقت تشهد فيه وجود فاقتك وترد فيه الى وجود ذلتك
“Sebaik-baik waktu adalah saat-saat di mana engkau menyadari akan kebutuhanmu (kepada Allah), dan karenanya engkau pun kembali mengakui akan kerendahan dirimu (di hadapan-Nya).”
Sebaik-baik waktu dalam kehidupan ini adalah saat di mana kita mengingat akan Tuhan, dan melupakan segala sesuatu selain-Nya. Juga pada saat di mana kita membutuhkan pertolongan, sementara tidak ada satupun makhluk pun yang mampu untuk menolong kita. Wallahu a’lam bisshawab.
Artikel oleh: Kiai Ali Asmungi, Ketua PC LDNU Trenggalek