Oleh: Ustadzah Faridhatun Nasika Sajidan*
Suatu hari, seseorang menemui Khalifah Harun ar-Rasyid rahimahullâh seraya berkata, “Wahai Harun, aku hendak berbicara kepadamu dengan keras, karena aku ingin menasehatimu!” Maka Harun ar-Rasyid pun menjawab, “Wahai Fulan, aku tidak sudi mendengar perkataanmu sebab aku tidaklah lebih jahat dari pada Firaun, dan engkaupun tidak lebih baik dari Musa a.s. Sedangkan Allah telah memerintahkan Musa a.s. untuk bertutur dengan lemah lembut kepada Firaun!”
Sebagai umat muslim, salah satu kewajiban kita adalah berdakwah. Ibnu Taimiyyah mengatakan, dakwah adalah mengajak seseorang agar beriman kepada Allah dan kepada apa yang dibawa oleh para rasul-Nya dengan cara membenarkan apa yang mereka beritakan dan menaati apa yang mereka perintahkan. Sedangkan menurut Syekh Jum’ah Amin Abdul Aziz, dakwah adalah mengajak manusia melalui perkataan dan perbuatan dai kepada Islam, menerapakan manhaj-nya, memeluk akidahnya, dan melaksanakan syariatnya.
Rasulullah saw selalu mengajarkan agar seorang muslim menyeru pada jalan kebaikan dengan cara-cara yang baik, santun, dan lemah lembut. Karena sikap lemah lembut memiliki dampak yang begitu besar dalam meluluhkan hati orang yang kita dakwahi sehingga mudah menerima apa yang kita sampaikan. Sebaliknya, sikap kasar dan keras akan menjadikan orang lari dari kita dan enggan menerima nasehat yang disampaikan.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya:“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (Q.S. an–Nahl: 125).
Banyak hal dari Rasulullah saw yang dapat menjadi contoh bagaimana lembutnya beliau dalam berdakwah. Di antaranya adalah kisah seorang Arab Badui, yang datang dari sahabat Abu Hurairah r.a.: “Bahwa Abu Hurairah berkata, Seorang Arab Badui berdiri dan kencing di masjid, lalu orang-orang ingin mengusirnya. Maka Nabi SAW pun bersabda kepada mereka: ‘Biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba air, atau dengan seember air, sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk membuat kesulitan’” (HR. Bukhari dan Muslim).
“Islam adalah agama yang datang dengan berbagai kemudahan, bukan kesulitan”.
Lihatlah kelembutan beliau, Nabi saw tetap membiarkan Badui tersebut menyelesaikan hajatnya, kemudian barulah beliau menyuruh para sahabat r.a. untuk membersihkan bekas air kencingnya. Kelembutan Nabi saw ini bukan tanpa alasan. Jika Nabi saw membiarkan orang-orang mengusirnya maka bisa jadi air kencing akan lebih banyak menyebar di lantai masjid dan Nabi memberikan uzur kepada Badui tadi dikarenakan ketidaktahuannya. Islam adalah agama yang datang dengan berbagai kemudahan, bukan kesulitan.
Contoh lain dari sikap lembutnya Nabi saw dalam berdakwah adalah menempatkan manusia sesuai kedudukannya, dan memberikan gelar atau julukan yang sesuai. Hal ini sangatlah diperhatikan Rasulullah saw. Ketika Rasulullah saw menulis surat kepada Heraklius (Raja Romawi), beliau mengatakan, “Kepada Heraklius, pembesar negeri Rum”.
Dua contoh di atas telah menjadi bukti bahwa kesuksesan dakwah dapat diperoleh dengan kelemahlembutan kepada objek dakwah. Kelembutan tidak akan menimbulkan permusuhan antara yang mendakwahkan dan yang didakwahi. Permusuhan antara seseorang dengan musuhnya, akan berakibat orang tersebut tidak mau mengikuti kebenaran seperti musuhnya. Manusia apabila berselisih, maka dia akan selalu merasa berada di pihak yang benar dan lawannya berada di pihak yang salah. Padahal tidak mustahil bahwa di samping ada kesalahan pada musuhnya, dia juga memiliki kebenaran.
Selain itu, kelembutan dalam berdakwah amat diperlukan dikarenakan tabiat manusia tidak pernah ada yang senang dan menginginkan kekerasan. Bahkan orang yang berdakwah dengan cara yang kasar serta gegabah juga tak ingin jika diperlakukan dengan perilaku yang tidak menyenangkan. Maka, hendaknya seseorang mendakwahi saudaranya dengan penuh kelembutan sebagaimana dirinya senang diperlakukan dengan lembut. Rasulullah saw bersabda,“Hendaknya ia memberi kepada orang lain apa yang ia suka untuk diberikan padanya” (HR. Muslim).
Maksud dari hadits ini adalah jika seseorang ingin berdakwah, sepatutnya ia membayangkan bahwa dirinyalah yang akan menjadi objek dakwah. Tentunya ia akan senang jika mendapatkan nasihat dengan cara yang santun dan penuh kelembutan. Jika demikian, maka berdakwalah dengan lembut. Selain itu, kondisi masyarakat kita banyak mengedepankan perasaan daripada ilmu dan dalil. Maka kelemahlembutan menjadi senjata ampuh dalam berdakwah agar apa yang disampaikan memberikan pengaruh kepada manusia.
Salah seorang ulama berkata, “Zaman ini adalah zaman lemah lembut, kesabaran dan hikmah, bukan masanya kekerasan. Sebab kebanyakan manusia berada dalam kebodohan, dalam kelalaian, lebih banyak mengedepankan urusan dunia, maka diharuskan untuk banyak bersabar dan lemah lembut, sehingga dakwah bias tersebar dan sampai kepada manusia dan mereka menjadi mengerti. Mudah-mudahan Allah memberikan hidayah-Nya kepada semua”. (Wallahu a’lam)
*Co. Bidang Pengembangan Ekonomi dan Koperasi PC Fatayat NU Trenggalek