Apakah tangan adalah sifat? Jelas bukan sifat. Tak ada ceritanya orang bilang: “Badanmu tangan sekali”, atau bilang “Engkau sungguh tangan”.

Tangan adalah salah satu organ bagian dari tubuh, bukan sifat bagi tubuh. Sifat tubuh adalah semisal besar, kecil, halus, kasar, hitam, putih, bagus, jelek, dan sebagainya. Siapa yang tak bisa membedakan mana bagian tubuh dan mana sifat tubuh, maka akalnya sedang bermasalah serius.

Lalu mengapa para ulama salafus shalih  selalu menyebut “tangan Allah” sebagai sifat? Jawabannya, sebab mereka mentakwil kata tangan itu, dan sama sekali tidak bermaksud bahwa tangan Allah adalah suatu organ yang merupakan bagian dari tubuh Allah. Bahkan mereka tidak pernah menyebut Allah punya tubuh sebab mereka bukan mujassim. Ingat poin paling penting ini: bahwa ketika tangan disebut sebagai sifat, maka itu adalah takwil!

Takwil sendiri adalah pemalingan makna dari makna asli yang biasanya (makna denotatif) menuju makna lainnya (makna konotatif). Hal ini ada dalam semua bahasa di dunia dan merupakan sesuatu yang lumrah. Ketika seseorang berkata “Nasib kita ada di tangan Allah”, tentu Anda paham bahwa maksud tangan di situ bukan organ Tuhan melainkan kontrol Tuhan.

Takwil makna tangan dari makna asal organ menuju makna sifat ini dilakukan seluruh ulama salafus shalih. Istilah resminya adalah takwil ijmali. Setelah semua ulama aswaja sepakat mentakwil atau memalingkan makna ini, lalu mereka berbeda pendapat apakah maknanya yang baru (hasil takwil ijmali) dapat ditentukan secara spesifik sesuai kaidah bahasa Arab atau tidak? Penentuan makna secara spesifik inilah yang disebut takwil tafshili.

Sebagian sepakat memberikan takwil tafshili, sebagian lain menolaknya dan menganggapnya terlarang sebab bagi mereka, lebih aman tidak membicarakannya tetapi cukup baca saja ayat atau hadisnya tanpa ditafsiri dengan makna apa pun.

Perbedaan pendapat soal boleh tidaknya tafsil tafshili ini hanya cabang akidah, sama sekali tidak ada masalah. Meskipun sebagian ulama sangat keras mengutuk takwil tafshili, sebagian ulama hebat lainnya di berbagai karya besar yang dirujuk seluruh dunia tetap enjoy mentakwil tafshili sebab ini ranah ijtihad, bukan larangan dari ayat atau hadis. Jadi ketika misalnya Imam Ibnu Qudamah mengutuk keras takwil tafshili dan menyesat-nyesatkan pelakunya, para imam lain semisal Imam Nawawi, Ibnu Hajar, al-Qurthubi, para pen-syarah Shahih Bukhari klasik, dan tak terhitung lainnya tetap saja melakukan takwil tafshili sebab mereka tahu bahwa tak akan ada malaikat yang bertanya: “Kenapa kamu tidak beriman pada perkataan Ibnu Qudamah?”.

Yang menjadi pokok akidah adalah takwil ijmali. Seluruh Ahlussunah wal Jamaah sepakat tentang ini. Yang berbeda hanyalah kalangan mujassimah, yakni aliran sesat yang selalu menyusun redaksi seolah Allah punya tubuh dan memiliki anggota badan seperti wajah, tangan, kaki, dan seterusnya. Mereka adalah aliran sesat sejati yang menyelisihi pokok akidah Aswaja.

Untuk membuat dagangannya laku, mujassimah kerap memakai istilah Aswaja agar kalangan awam tidak sadar akan kesesatan mereka yang menyelisihi akidah mayoritas ulama. Istilah tubuh tuhan mereka ganti dengan istilah “Dzat Tuhan”. Istilah organ tubuh Tuhan mereka ganti dengan istilah “shifat dzatiyah” atau kadang “shifat a’yan”. Jadi kalangan awam perlu hati-hati ketika mendengar istilah ini sebab yang dimaksud ulama salafus shalih dan yang dimaksud mujassim berbeda jauh. (Yang dimaksud salafus shalih adalah ulama di era awal Islam, bukan orang sekarang yang mengaku salaf)

…mujassimah kerap memakai istilah Aswaja agar kalangan awam tidak sadar akan kesesatan mereka yang menyelisihi akidah mayoritas ulama. Istilah tubuh tuhan mereka ganti dengan istilah “Dzat Tuhan”. Istilah organ tubuh Tuhan mereka ganti dengan istilah “shifat dzatiyah” atau kadang “shifat a’yan”.

Ust. Abdul Wahab Ahmad

Ulama salaf memakai istilah “Dzat Allah” dalam arti entitas Allah, sedangkan mujassim memakainya dengan arti tubuh Allah. Ulama salaf memakai istilah “shifat” dalam rangka memalingkan dari makna organ, mujassim justru untuk menetapkan makna organ. Ulama salaf memakai istilah “shifat dzatiyah” untuk sifat-sifat maknawi semisal hidup, mendengar, melihat, berkuasa, dan sebagainya. Sedangkan mujassim justru memakai istilah itu dengan maksud organ yang menjadi bagian dari dzat. Jadi, waspadalah akan tipu daya mujassim.

Sebagai tambahan, saya pernah menulis di situs NU Online sebuah artikel berjudul Makna “tangan Allah” menurut Imam Ahmad bin Hanbal.

* Ust. Abdul Wahab Ahmad (pengurus MUI Jatim, peneliti Aswaja NU Center Jatim, dosen IAIN Jember); 30 Agustus 2022.

You May Also Like

Bacaan dan Tata Cara Bilal Shalat Jumat (Panduan Singkat)

Dalam pelaksanaan shalat Jumat, bilal atau muraqqi mempunyai peran yang penting. Bilal…

Dalil Penentuan Jumlah Bilangan Bacaan Wirid atau Dzikir

Adapun soal penentuan bilangan dan lafaznya, maka sebenarnya sama saja bisa ditentukan…

Poin-Poin Kajian Buya Arrazy Hasyim PW Rijalul Ansor Jatim

Pengurus Wilayah (PW) Majelis Dzikir dan Shalawat (MDS) Rijalul Ansor Jatim kembali…

Makna ar-Rahman & ar-Rahim Secara Bahasa, Istilah, dan Kalam

Kaum muslimin Indonesia pada umumnya mengetahui makna ar-Rahman dan ar-Rahim sebagai Yang…