nutrenggalek.or.id — Setiap momen Idul Adha, umumnya lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta, mempunyai inisiatif mengadakan penyembelihan hewan kurban. Untuk itu, pihak sekolah menggalang dana dari siswa, tak terkecuali guru, dengan besaran dan metode yang bervariasi (misal: Rp 5.000,00 / tiap bulan). Hewan kurban hasil iuran disembelih kemudian dagingnya dibagi-bagikan kepada warga sekolah (siswa, guru, dan komite), termasuk masyarakat sekitar. Ini semua dimaksudkan untuk mengenalkan ibadah kurban kepada siswa, juga mendidik siswa agar terbiasa berbagi kepada sesama.
Pertanyaannya, apakah yang demikian itu bisa dikatakan sebagai kurban (menurut fiqih)? Dan bolehkah lembaga pendidikan melakukan penggalangan dana kurban kepada siswa (menurut fiqih)?
Jawaban:
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita simak penjelasan al-Imam al-Allamah Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi (Imam an-Nawawi) dalam kitabnya, Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftiyin (Beirut, Darul Fikr, Tahun 2005 M /1425-1426 H, Juz 2, Halaman 462), sebagai berikut:
التضحية سنة مؤكدة وشعار ظاهر. ينبغي لمن قدر أن يحافظ عليها.
(Ibadah kurban itu sunah muakkad dan syiar yang nyata. Orang yang mampu seyogyanya menjaga kesunahan terebut).
Baca juga: PCNU Launching Ngaji Kitab Risalah Ahlus Sunnah wal Jamaah Karya Mbah Hasyim
Dalam kitab dan Juz yang sama, halaman 466, Imam an-Nawawi melanjutkan:
الشاة الواحدة لا يضحى بها إلا عن واحد. لكن إذا ضحى بها واحد من أهل بيت، تأدى الشعار والسنة لجميعهم
(Seekor kambing bisa disembelih hanya untuk ibadah kurban satu orang. Kalau salah seorang dari seisi rumah [keluarga] telah berkurban, maka sudah nyatalah syiar Islam, dan kesunnahan juga diperoleh oleh seluruh anggota keluarga tersebut).
Syaikh Syamsuddin Muhammad bin Muhammad al-Khathib as-Syarbini dalam karyanya, Al-Iqna’ fi Hal al-Fadz Abi Syuja’ ( الإقناع للشربيني ), Juz II halaman 589, menerangkan:
لو اشترك أكثر من سبعة في بقرتين مشاعتين أو بدنتين كذلك لم يجز عنهم ذلك لأن كل واحد لم يخصه سبع بدنة أو بقرة من كل واحدة من ذلك والمتولد بين إبل وغنم أو بقر وغنم ينبغي أنه لا يجزىء عن أكثر من واحد
Jika lebih dari 7 orang bersama-sama/berserikat (berkurban) dua ekor sapi musya’ah atau badanah atau semacamya, maka hal itu tidak diperbolehkan (tidak mencukupi), karena masing-masing tidak menentukan seekor badanah atau seekor sapi dari masing-masing tujuh orang itu. Sedangkan hewan yang terlahir (akibat persilangan) antara unta dan kambing, atau sapi dan kambing, seyogyanya itu tidak mencukupi untuk (kurban) lebih dari seorang.
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa 1 (satu) ekor kambing kurban hanya untuk 1 (satu) orang. Sementara onta, sapi, dan kerbau bisa digunakan untuk 7 (tujuh) orang.
1 (satu) ekor kambing kurban hanya untuk 1 (satu) orang. Sementara onta, sapi, dan kerbau bisa digunakan untuk 7 (tujuh) orang.
Ini karena ibadah kurban, pada dasarnya, adalah ibadah yang disyariatkan (sunnah muakkadah) kepada orang yang mampu. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, “Siapa yang memiliki kemampuan untuk berkurban, tetapi ia tidak mau berkurban, maka sesekali janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Lihat juga: 212 JCH KBIH NU Dilepas Kyai Marzuki Mustamar
Jadi, ditinjau dari hukum fiqih, penyembelihan hewan hasil iuran siswa tidak bisa dikatakan sebagai ibadah kurban. Dalam arti, niat kurban tetapi tidak memenuhi syarat. Adapun pembagian daging kepada masyarakat sekitar tetap bernilai pahala, yakni pahala sedekah.
Namun demikian, penggalangan dana atau iuran dari siswa yang dimaksudkan untuk kurban sah-sah saja (boleh) dan tetap bernilai kebaikan, selama tanpa adanya paksaan. Tujuannya untuk lebih mengenalkan ibadah kurban kepada siswa dan melatih siswa agar terbiasa berbagi kepada sesama. Juga menanamkan kepada siswa nilai-nilai keikhlasan, kesabaran, ketaatan, jiwa besar, dan rela berkorban yang dicontohkan Nabi Ibrahim a.s. dan Ismail a.s.
(K. Anwar Fanani/Androw Dzulfikar)