Dalam menjalani kehidupan sehari-hari kita tidak akan pernah terlepas dari yang namanya masalah dan rintangan, mengingat bahwa dunia adalah tempat penuh ujian. Ujian bisa datang kapan saja dan dimana saja tanpa memandang siapa orangnya, maka dari itu perlu bagi kita untuk mempersiapkan diri dengan mental yang kuat jika suatu saat ujian datang secara tiba-tiba.
Memang dalam menghadapi suatu ujian kunci utamanya adalah bersabar, namun perlu diketahui bahwa dalam bersabar membutuhkan mental yang kuat supaya siap ketika dihadapkan dengan ujian yang datang secara tiba-tiba.
Mengapa harus mental? Pertanyaan yang cukup menarik untuk dibahas pada tulisan kali ini. Mental sering kali menjadi hal yang tak pernah dihiraukan keberadaanya, kelihatannya memang sedikit sepele namun mental memiliki implikasi yang cukup besar dalam menjaga dan mengendalikan emosi seseorang. Emosi yang tidak terkendali sering menjadi pemicu terhadap sebuah masalah yang dihadapi bahkan dapat mempersulit dan memperkeruh keadaan.
Urgensi mental lebih dari sekedar sebagai kendali emosional, akan tetapi kepercayaan diri, sikap bijaksana, ketenangan diri (sabar) ketika dihadapkan dengan suatu permasalahan juga termasuk dari peran mental. Perlu diketahui bahwa mental setiap orang tidak sama, maka cara dalam menguatkan mental tentunya berbeda.
Dalam ilmu tasawuf, sabar merupakan nilai dasar yang memiliki hubungan yang erat dengan nilai-nilai yang lain seperti tabah dan qanaah. Sabar, kata yang cukup singkat dan jelas namun luas akan maknanya serta sulit dalam pengalamannya.
Mengutip pendapat Imam Al-Ghazali dalam kitab monumentalnya, Ihya’ Ulumuddin, sabar adalah resistensi dorongan ketaatan dalam melawan dorongan nafsu. Jika mampu mempertahankannya, maka dia memenangkan agama Allah dan termasuk ke dalam golongan orang-orang sabar. Namun jika dia kalah, maka masuk ke dalam golongan setan.
Anjuran untuk menahan emosi (bersabar) juga pernah di sabdakan oleh Rasulullah saw (HR. Imam Ahmad,10669):
حدَّثَنَا شُعَيْبُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ سَعْدٍ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ وَمَا أَجِدُ لَكُمْ رِزْقًا أَوْسَعَ مِن الصَّبْر
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Syu’aib bin Harb berkata, telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Sa’d berkata, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Aslam dari ‘Atho` bin Yasar dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata, Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: Barang siapa berusaha untuk sabar maka Allah akan menjadikannya sabar, barang siapa berusaha untuk kaya maka Allah akan mengayakannya, barang siapa menjaga diri maka Allah akan memelihara dirinya, dan aku tidak mendapati untuk kalian rezeki yang lebih lapang daripada sabar.”
Dari hadis di atas dapat dipahami bahwa sabar memiliki keistimewaan tersendiri disisi Allah. Di samping itu, sabar menjadi tolak ukur terhadap iman seseorang dan juga mengajarkan kepada manusia agar memiliki sikap tabah, qanaah, dan rasa syukur terhadap nikmat yang tuhan berikan kepadanya.
Dengan bersabar menjadikan diri kita mudah beradaptasi dengan kenyataan dan melatih kesiapan mental dalam menghadapi suatu permasalahan.
* Saiful Rijal, mahasiswa UIN SATU Prodi Ilmu Hadis.