Ketua Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim, KH Marzuki Mustamar, mengungkapkan bahwa dalam bermuamalah atau berhubungan dengan sesama semestinya mengedepankan bersihnya hati dan niat tulus. Tidak ada embel-embel keinginan nafsu tidak suka dengan kenikmatan orang lain.
Menurut KH Marzuki Mustamar, lurusnya dan bersihnya hati penting dimiliki oleh orang mukmin. Hal tersebut untuk diamalkan benar-benar ibadah lillahi ta’ala, atau semata-mata karena Allah Swt. Sehingga Nabi Muhammaad saw bersabda: “ad-din an-nashihah” dengan menggunakan khobar makrifat berarti mahsur.
“Sejatinya agama itu manifestasi dari ketulusan niat. Niatul mukmin khairun min amalih, yang dilihat Allah bukan wajahnya, bukan penampilannya, pun bukan lahiriahnya. Tetapi yang dilihat adalah hatinya,” ungkap KH Marzuki dalam acara 100 hari wafatnya KH Muh Fatkhulloh Sholeh atau Gus Loh di PP Bumi Hidayah Attaqwa Kedunglurah, Senin (9/1/2023).
Beliau menuturkan, ketika diterjemahkan, sejatinya agama itu hanya ada pada an-nashihah. Maknanya iradatal li akhika kama turiduhu linafsika, seperti keterangan di al-Adzkar an-Nawawi.
“An-nuskhu itu, kita semua ketika sama-sama ingin kebaikan, andai kebaikan diterima teman, senangnya itu sama,” ujarnya.
Pengasuh Pesantren Sabilurrosyad Gasek Malang ini menjelaskan, ukuran kenikmatan untuk makhluk sama takarannya. Hanya saja, tidak sedikit yang memandang sebelah mata dengan kenikmatan orang lain dan menjadikannya hasud, iri, juga dengki.
Kiai Marzuki lantas memberi contoh hal sederhana. Sama-sama orang Islam, sama-sama nahdliyyin, istrinya cantik. Sedangkan orang lain kurang cantik, merasa senang. Begitu pun sebaliknya, jika istrinya kurang menarik sementara istri orang lain menarik, hal itu menjadikan sumpeknya hati.
“Padahal sama-sama Islam dan NU. Kalau teman sendiri sukses, seharusnya ikut senang, karena sehati. Al-mukmin wal mukmin kal jasadi wahid (Perumpamaan orang mukmin dengan mukmin lainnya seperti satu badan). Sama-sama Islam itu satu hati, satu mental, dan satu niat,” ungkapnya.
Kiai yang juga dosen UIN Maliki Malang itu mencontohkan saat meninggalnya Rasulullah saw. Seluruh sahabat berbela sungkawa, sedih, dan merasa sangat kehilangan.
Bagaimana tidak, sosok pemimpin umat dan pembawa risalah menjadi rujukan berbagai persoalan telah menghadap Allah Swt. Sampai-sampai, Sahabat Abu Bakar ragu-ragu dengan maju-mundur untuk menguburkan jasad nabi.
Hanya ada beberapa tokoh yang berbahagia atas wafatnya Nabi Muhammad saw. Beberapa di antaranya adalah Walid bin Mughirah, Mughirah bin Syu’bah, Abdullah bin Ubay, juga Musailamah al-Kadzab. Meski sering bermuamalah, namun ada maksud dengki iri hati.
“Repot kalau kelihatannya Islam, kelihatannya kiai, bahkan juga pengurus NU, ada kiai meninggal tidak susah, tetapi malah senang,” pungkas Kiai Marzuki.
Pewarta: Madchan Jazuli
Editor: Androw Dzulfikar