Khutbah I
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكاَتُهُ
اللهُ اَكْبَرُ الله ُاَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ ، اللهُ اَكْبَرُ الله ُاَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ الله ُاَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ ، لاَاِلَهُ اِلَّا اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِى بَشَّرَالْمُتَّقِيْنَ بِأَنَّ لَهُمُ الْحُسْنَى فِى الدُّنْيَا وَالْاَخِرَةِ، وَاَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ عَلَى قُلُوْبِ الْمُؤْمِنِيْنَ الْمُتَمَسِّكِيْنَ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ
اَشْهَدُ اَنْ لَااِلَهَ اِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ، وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ
اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى الْبَشِيْرِ النَّذِيْرِ مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ الَّذِى جَاءَ بِالْحَقِّ الْمُبِيْنِ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
اَمَّا بَعْدُ: فَيَا اَيُّهَاالنَّاسُ، اُوْصِيْكُمْ وَ نَفَسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فِى كُلِّ وَقْتٍ وَحِيْنٍ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى كِتَابِهِ الْحَكِيْمِ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، اِنَّ شَانِئَكَ هُوَالْأَبْتَرُ. صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ
Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah,
Pada dasarnya, seorang hamba itu dituntut untuk menjalankan perintah-perintah Allah Ta’ala, meninggalkan larangan-larangannya, dan menggantungkan hidup hanya kepada-Nya. Oleh karena itu, bagi siapa yang diberi karunia berupa pemenuhan atas ketiga unsur tersebut, maka sejatinya ia telah mendapatkan anugerah yang sempurna, yakni kedudukan taqwa dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semoga kita semua senantiasa mendapat ridla dan rahmat-Nya, berkualitas hidup kita, berkualitas iman dan taqwa kita.
اللهُ اَكْبَرُ الله ُاَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ
Peristiwa Hari Raya Qurban tidak lepas dari ketokohan dan keteladanan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, dan juga Nabi Ismail ‘alaihisalam, serta peran Ibunda tercinta, Sayyidah Hajar. Dari peristiwa agung Idul Adha ini, kita akan mengulas keteladanan tiga tokoh sentral tersebut.
Pertama, Nabi Ibrahim a.s..
Sebagai seorang nabi sekaligus kepala rumah tangga dan juga seorang pemimpin, beliau adalah seorang ayah yang sangat mencintai putranya, menyayangi istrinya, dan amanah sebagai pemimpin. Karena keteguhan imannya, kedermawanannya, kesabaran hatinya, tanggungjawabnya, serta amanahnya sebagai seorang nabi, beliau mendapat julukan Khalilullah, dan termasuk golongan nabi ‘Ulul Azmi.
Firman Allah dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 125:
وَمَنْ اَحْسَنُ دِيْنًا مِّمَّنْ اَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلّٰهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَّاتَّبَعَ مِلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًا ۗوَاتَّخَذَ اللّٰهُ اِبْرٰهِيْمَ خَلِيْلًا
Artinya: “Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah memilih Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.”
Peristiwa kurban sesungguhnya merupakan pemenuhan janji atau nazar Nabi Ibrahim a.s. kepada Allah Ta’ala. Ketika belum dikaruniai putra, beliau pernah bernazar bahwa demi kepatuhannya kepada Allah, beliau rela mengorbankan semua yang beliau miliki, termasuk putranya sendiri. Dan janji itu benar-benar beliau laksanakan ketika malam tanggal 8 hingga 10 Dzulhijah bermimpi mendapat perintah untuk mengorbankan putranya. Setelah yakin bahwa itu perintah dari Allah, dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, berangkatlah beliau membawa putra tercinta untuk dikorbankan.
Hikmah ini merupakan gambaran keteladanan Nabi Ibrahim a.s., bahwa beliau adalah seorang yang teguh dalam pendirian, ikhlas dalam beramal, sabar dalam perbuatan, amanah dalam janji, dan totalitas dalam pengabdian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kedua, Sayyidah Hajar.
Setelah sang putra lahir, beliau merawat putranya dengan penuh kasih sayang. Terutama saat sang suami pergi untuk berjuang li–i’lai kalimatillah, beliau merawat putranya sendiri dengan sabar, meskipun sang suami tidak meninggalkan harta yang melimpah. Beliau, Sayyidah Hajar, adalah istri yang qana’ah, tidak pernah menuntut pada sang suami. Sebab beliau sangat mengerti bahwa suami dalam rangka menegakkan tauhid, menjalankan perintah Allah Ta’ala. Ini adalah teladan bagi kaum ibu-ibu: sebagai ibu, dan sebagai istri dari suaminya.
Sebagai ibu, Sayyidah Hajar memberi contoh untuk mencintai dan menyayangi putranya. Dan sebagai istri, beliau memberi contoh untuk selalu setia, sabar, ikhlas, dan qana’ah kepada suami sekalipun dalam keadaan sulit. Ketangguhan Sayyidah Hajar ini patut menjadi suri tauladan bagi ibu-ibu zaman sekarang. Karena, dari seorang wanita yang shalihah, akan melahirkan putra-putri yang shalih dan shalihah. Seperti halnya Sayyidah Hajar yang berputra sangat shalih dan menjadi salah satu nabi dan rasul Allah, yaitu Nabiyullah Ismail a.s..
Ketiga, Nabi Ismail a.s..
Setelah sang ayah memberitahu akan perintah Allah untuk mengorbankan dirinya, Nabi Ismail a.s. tidaklah berkecil hati, apalagi menentangnya. Dengan penuh kesabaran dan ketulusan, beliau justru menganjurkan kepada sang ayah untuk segera menjalankan perintah Allah. Hikmah agung tersirat dan tersurat dalam diri Nabi Ismaila.s., bagaimana seharusnya menjadi seorang anak. Anak yang shalih adalah anak yang taat dan berbakti pada orang tuanya (ridhallah fi ridhal walidain, wa sukhtullah fi sukhtil walaidain).
Selain itu, Nabi Ismail a.s. memberi isyarat keteladanan bagi para pemuda, untuk bangkit dan terus semangat menghadapi kehidupan agar lebih baik, dengan didasari dengan ketegaran jiwa dan selalu tegak menjaga nilai-nilai keimanan dan ketakwaan dan menyandarkan semua urusan hanya pada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Seperti firman Allah dalam surat al-Insyirah, ayat 7-8:
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ ، وَاِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ
Yang artinya: “Maka apabila kamu selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Rabb–mu lah (hendaknya kamu berharap) atau meminta dengan merendahkan diri.”
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Dari kisah perjalanan panjang Nabi Ibrahim a.s. dan keluarganya, dapat kita ambil hikmah keteladanan, bahwa kunci dari kesuksesan adalah mendahulukan perintah Allah, tawakal, dan berjiwa sosial yang tinggi. Ini relevan dengan hakikat qurban itu sendiri, yaitu membuahkan kedekatan dengan Allah Ta’ala, bukan sebatas nilai fisik hewan semata, tapi nilai takwa dan keikhlasan yang ada dalam jiwa kita. Seperti yang sudah dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Hajj ayat 37:
لَنْ يَّناَلَ اللَّهَ لُحُوْمُهَا وَلَادِمَآئُهاَ وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْ، كَذَالِكَ سَخَّرَهاَ لَكُمْ لِتُكَبِّرُوااللهَ عَلٰى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِالْمُحْسِنِيْنَ
Yang artinya: “Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Semoga kita selalu mendapat hidayah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, meraih kesuksesan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Amin, amin, amin, Ya Rabbal ‘alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَ نَفَعَنِى وَ اِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ الاَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم: وَالْعَصْرِ، إِنَّ اْلإِنْسَانَ لَفِى خُسْرٍ، اِلاَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
اَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيْمَ، إِنَّهُ هُوَالْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
- Baca juga: Tata Cara dan Bacaan Bilal Salat Idul Adha
Khutbah II
اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ. اللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُلِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلًا. لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
اَلْحَمْدُللهِ الَّذِى جَعَلَ الْاَعْيَادَ بِالْاَفْرَاحِ وَالسُّرُوْرِ. اَشْهَدُ اَنْ لَااِلَهَ اِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ اَلْعَفُوُّالْغَفُوْرُ. وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِى جَاءَ لِيُخْرِج النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ اِلَى النُّوْرِ. وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ، صَلَاةً وَسَلَامًا دَاِئَمَيْنِ مُتَلَازِمَيْنِ اِلَى يَوْمِ النُّشُوْرِ
اَمَّا بَعْدُ: فَيَااَيُّهَاالْحَاضِرُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلَّاوَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ الله تَعَالَى وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا، اِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَااَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْاصَلُّوْاعَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْاتَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَارْضَ عَنْهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ وَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِأُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَللَّهُمَّ ارْحَمْ اُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَللَّهُمَّ اسْتُرْ اُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَللَّهُمَّ اجْبُرْ اُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَللَّهُمَّ اَصْلِحْ اُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَللَّهُمَّ عَافِ اُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَللَّهُمَّ احْفَظْ اُمَّةَ سَيَّدِناَ مُحَمَّدٍ، اَللَّهُمَّ ارْحَمْ اُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ رَحْمَةً عَامَّةً يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِأُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ مَغْفِرَةً عَامَّةً يَارَبِّ الْعَالِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ فَرِّجْ عَنْ اُمَّةِ سَيَّدِنَا مُحَمَّدٍ فَرَجًا عَاجِلاً يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّار
عِبَادَاللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَ يَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِى يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوااللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْاهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ اَكْبَرُ
Teks Khutbah Idul Adha 1443 H berbahasa Indonesia ini disusun oleh Kiai Ali Asmungi, Ketua PC LDNU Trenggalek; editor BNA.