
Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama atau RMI NU Trenggalek, Agus Akifun Nuha, menyesalkan kejadian penganiayaan santri di sebuah Boarding School Pogalan pada Kamis (20/1/2023) kemarin. Apalagi baik pelaku maupun korban masih di bawah umur.
“Kami sangat menyayangkan dan sangat mengecam terjadinya kekerasan dalam bentuk apapun di dalam pondok pesantren dan lembaga pendidikan lainnya seperti boarding school,” ungkap Gus Akif, sapaannya, Ahad (22/1).
Menurut Gus Akif, kasus dugaan penganiayaan tersebut terjadi di boarding school, bukan di pondok pesantren sebagaimana disebut-sebut oleh banyak media. Sebab keduanya berbeda jauh.
Namun demikian, tindak kekerasan tetap lah tidak dibenarkan, apalagi di dalam lembaga pendidikan. Sebab, santri dititipkan di sana oleh orang tuanya agar mendapatkan pendidikan secara utuh, baik qauliyah maupun fi’liyah.
- Baca juga: Ketua RMI NU Trenggalek Ingatkan Media Jangan Sebut Boarding School dengan Pondok Pesantren
“Tentu guru-gurunya, ustad-ustadzahnya, harus menjadi tuntunan bagi para santri, sekaligus memberi jaminan keamanan bagi mereka,” tambah pengasuh PP Darul Falah Parakan ini.
Oleh karena itu, tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang ustadz boarding school kepada santrinya tersebut tidak seharusnya terjadi.
Gus Akif lantas memaparkan bagaimana sistem pendidikan di pondok pesantren. Menurutnya, pondok pesantren yang berada di bawah naungan Nahdlatul Ulama adalah lembaga pendidikan Islam yang mengajarkan akhlakul karimah.
Tidak hanya itu, pondok pesantren juga dipantau dan diawasi, bahkan diriyadlahi dan ditirakati oleh para kiainya. Hal ini bertujuan untuk memberikan rasa aman dan jaminan keselamatan terhadap para santri, baik secara fisik maupun mental.
Alumni Pesantren Al Falah Ploso ini juga mengaku, apabila kasus serupa terjadi di pondok pesantren di bawah naungan lembaganya, ia pasti akan bertindak tegas.
“Kami akan memberikan teguran dan pendampingan kalau memang terjadi,” imbuhnya.
Masih menurut Gus Akif, RMI NU Trenggalek juga sudah mencanangkan program anti kekerasan yang dinamakan Pesantren Ramah Santri. Tujuan utama dari program ini adalah sebagai pencegahan kekerasan terhadap santri di institusi pondok pesantren.
“Insyaallah dalam waktu dekat RMI akan mengadakan turba ke pesantren-pesantren dibawah naungan RMI untuk mensosialisasikan, bimbingan, dan pendampingan Pesantren Ramah Santri,” beber Gus Akif.
Gus Akif juga mengingatkan kepada masyarakat bahwa adanya satu kasus tersebut jangan digeneralisasi. Sebagaimana kasus yang terjadi di sekolah formal, bukan berarti semua sekolah formal dihakimi.
Kemudian, Gus Akif juga berpesan kepada para orangtua agar bijak dalam memilih pesantren untuk putra-putrinya. Sebab, saat ini banyak label pesantren tapi di dalamnya tidak menggunakan asas-asas pesantren.
Ciri-ciri pesantren yang baik di antaranya kiainya jelas dan sanad ilmunya jelas.
“Kuncinya, pilih pesantren yang murni pesantren atau pesantren yang memiliki sekolah formal. Bukan dibalik, sekolah formal yang diasramakan,” pungkas Gus Akif.
Diberitakan sebelumnya, seorang ustadz di sebuah boarding school di Kecamatan Pogalan diduga melakukan penganiayaan terhadap santrinya hingga korban mengalami cedera patah tulang. Baik pelaku maupun korban sama-sama masih di bawah umur. Kini, kasusnya ditangani oleh pihak kepolisian.
(Androw Dzulfikar)