Ketua Rabitah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama atau RMI NU Kabupaten Trenggalek, Agus Akifun Nuha, menegaskan bahwa kasus penganiayaan santri pada Kamis (20/1/2023) kemarin bukan di pondok pesantren melainkan di boarding school.
Gus Akif, sapaannya, mengaku merasa penting untuk meluruskan persoalan ini karena ia melihat banyak media yang menggunakan istilah pondok pesantren sebagai tempat terjadinya kasus tersebut.
Menurut Gus Akif, boarding school jauh berbeda dengan pondok pesantren. Perbedaan utamanya, pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang menyediakan asrama atau pemondokan.
Sementara boarding school dapat dikatakan sebagai sekolah umum yang menyediakan asrama atau pemondokan.
“Jadi jangan samakan antara pondok pesantren dengan boarding school, jauh berbeda,” tegas Gus Akif.
- Baca juga: Lindungi Warga Pesantren, RMI Trenggalek Bareng BPJS Sosialisasikan Asuransi Ketenagakerjaan
Menurut pengasuh PP Darul Falah Parakan ini, penyebutan yang salah, terutama oleh media, sangat menyesatkan. Sebab, hal itu hanya memperburuk citra pondok pesantren yang notabene merupakan sistem pendidikan Islam tertua di Indonesia.
Sementara boarding school merupakan modifikasi sistem lembaga pendidikan seperti sekolah pada umumnya, dengan tambahan asrama.
“Meski di boarding school mungkin juga ada pelajaran agamanya, tapi tetap beda jauh dengan pesantren,” imbuhnya.
Jika di pondok pesantren, lanjut Gus Akif, pengasuh atau kiainya tidak hanya memantau dan mengawasi para santri, tapi mereka, para santri, juga diriyadlahi dan ditirakati. Sebab, yang dididik bukan hanya fisik tapi juga mental para santri.
Di samping itu, secara keilmuan, kiai di pondok pesantren memiliki sanad yang jelas dan bersambung hingga Rasulullah saw.
“Kepada media, saya ingatkan lagi jangan menyamakan boarding school dengan pondok pesantren,” tutup Gus Akif.
(Androw Dzulfikar)