Di antara kaidah yang disepakati seluruh ahli ilmu adalah bahwa yang maksum atau terjaga dari kesalahan hanyalah Nabi Muhammad saw. Sedangkan ucapan orang lain dapat diterima dan dapat ditolak. Kaidah ini merupakan objektifitas yang wajib dipegang oleh penuntut ilmu.
Dalam rangka penerapan kaidah tersebut, dalam tulisan ini akan dikemukakan contoh ucapan dari Imam Ibnu Abdil Barr yang jelas-jelas salah dan para fanatiknya saja yang akan membenarkannya.
Ketika membahas tentang Allah, Ibnu Abdil Barr berkata dalam at-Tamhid:
وقد قال المسلمون وكلُّ ذي عقلٍ: إنه لا يُعقَلُ كائنٌ لا في مكانٍ منا، وما ليس في مكانٍ، فهو عدمٌ
Artinya: “Kaum muslimin dan setiap orang berakal berkata: Sesungguhnya tidak dapat dinalar adanya sesuatu yang tak bertempat dari perspektif kita. Dan apa yang tidak bertempat, maka ia tidak ada”.
Seperti biasa, orang yang salah berlogika kerap kali justru mengklaim logikanya sebagai logika umum yang dibenarkan banyak orang. Tentu yang dimaksud adalah orang awam. Namun demikian klaim semacam ini tidak dapat membuat kesalahan logika berubah menjadi benar.
Kesalahan Ibnu Abdil Barr dalam contoh ini ada dua:
Pertama, mengatakan bahwa Allah Swt pasti bertempat, sebab segala yang wujud bertempat, sesungguhnya mengiaskan Allah dengan makhluk. Beliau melihat segala hal di sekelilingnya wujud dengan bertempat. Maka Allah pun dikiranya demikian.
Mengiaskan Allah Swt dengan makhluk merupakan kesalahan fatal. Sebab semua tahu bahwa Allah Maha Berbeda dengan makhluk. Seluruh makhluk adakalanya jisim atau ‘aradl. Sedangkan Allah bukan jisim atau pun ‘aradl. Implikasi kias atas keduanya sangat fatal.
Kedua, kesimpulan bahwa kalau tak bertempat berarti tidak ada, merupakan kesimpulan yang salah total bila yang dibahas adalah Allah Swt. Muslim paling bodoh sekali pun tahu bahwa Allah Swt adalah pencipta makhluk. Ini berarti segala sesuatu selain Allah awalnya tidak ada, kemudian diciptakan oleh Allah sehingga ada.
Sudah barang tentu bahwa pada mulanya, Allah Swt sendirian tanpa ada satu pun makhluk menyertainya. Maka yang namanya tempat adalah makhluk juga, sehingga artinya Allah wujud tanpa harus ada tempat.
Dalam hadis sahih jelas dinyatakan:
كان الله ولم يكن شيء غيره
Artinya: “Allah telah ada sedangkan yang lain tidak ada”.
Ini artinya, Allah Swt wujud tanpa tempat. Sebab, Allah sudah ada pada saat tempat belum tercipta. Kalau Ibnu Abdil Barr bersikukuh menyatakan bahwa yang tak bertempat maka tidak ada, maka itu sama artinya beliau mengatakan bahwa dulu sebelum ada tempat asalnya Allah tidak ada juga. Tentu saja ini kesalahan fatal. Meski demikian, bukan berarti beliau salah di semua bab atau pembahasan. Dalam bab-bab lainnya, kesimpulan beliau benar. Wallahu a’lam.
* Ust. Abdul Wahab Ahmad (pengurus MUI Jatim, peneliti Aswaja NU Center Jatim, dosen IAIN Jember); disadur dari status Facebook tanggal 20 Desember 2021.