Ulama yang biasanya paling ketat dalam hal bid’ah ini, Ibnu Taymiah, ternyata malah juga punya amalan mujarab tak berdasar ayat atau hadis ini. Silakan baca testimoni Ibnu Qayyim, murid Ibnu Taimiyah, berikut ini:
وَمِنْ تَجْرِيبَاتِ السَّالِكِينَ الَّتِي جَرَّبُوهَا فَأَلْفَوْهَا صَحِيحَةً أَنَّ مَنْ أَدْمَنَ يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَوْرَثَهُ ذَلِكَ حَيَاةَ الْقَلْبِ وَالْعَقْلِ. وَكَانَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ قَدَّسَ اللَّهُ رُوحَهُ شَدِيدَ اللَّهْجِ بِهَا جِدًّا، وَقَالَ لِي يَوْمًا: لِهَذَيْنِ الِاسْمَيْنِ وَهُمَا الْحَيُّ الْقَيُّومُ تَأْثِيرٌ عَظِيمٌ فِي حَيَاةِ الْقَلْبِ، وَكَانَ يُشِيرُ إِلَى أَنَّهُمَا الِاسْمُ الْأَعْظَمُ، وَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: مَنْ وَاظَبَ عَلَى أَرْبَعِينَ مَرَّةً كُلَّ يَوْمٍ بَيْنَ سُنَّةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْفَجْرِ يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ حَصَلَتْ لَهُ حَيَاةُ الْقَلْبِ، وَلَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ (مدارج السالكين بين منازل إياك نعبد وإياك نستعين :۱/۴۴۶ )
Artinya: “Sebagian percobaan para ahli ibadah yang telah mereka uji coba lalu menemukannya sebagai hal yang benar terjadi (mujarab) adalah bahwa siapapun yang terus menerus membaca ‘Ya Hayyu Ya Qayyum lailaha illa Anta’ , maka hal itu akan menimbulkan hidupnya hati dan akal (lapang dada dan cerdas). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, semoga Allah menyucikan ruhnya, saya gemar sekali dengan hal ini. Ia berkata padaku pada suatu hari: Dua nama ini, yaitu Al-Hayyu Al-Qayyum, punya pengaruh yang besar dalam hidupnya hati. Dan, beliau mengisyaratkan bahwa keduanya adalah Ismul A’zham dan aku mendengarnya berkata: Siapa yang terus-menerus membaca sebanyak 40 kali setiap hari di antara salat sunnah Subuh dan salat Subuh bacaan ‘Ya Hayyu Ya Qayyum lailaha illa Anta birahmatika astaghitsu’, maka akan dia dapati hatinya hidup dan tak mati”.
Amalan wirid yang sangat disukai dan disarankan oleh Ibnu Taimiyah dengan jumlah, waktu, dan khasiat seperti itu tak disebutkan dalam satu pun hadis. Ibnu Qayyim pun tak bertanya mana dalilnya atau berlagak hebat dengan berkata bahwa guru kita Ibnu Taimiyah tidak maksum sehingga dalam hal ini tidak perlu diikuti sebab ini semua bid’ah, tapi beliau malah mengajarkannya di kitab Madarijus Salikin yang dijadikan kitab standar para pendaku salafi itu.
Di kitabnya yang lain, Ibnu Qayyim menjelaskan:
رب اغْفِر لي ولوالدي وللمسلمين وَالْمُسلمَات وَلِلْمُؤْمنِينَ وَالْمُؤْمِنَات وَقد كَانَ بعض السّلف يسْتَحبّ لكل احد ان يداوم على هَذَا الدُّعَاء كل يَوْم سبعين مرّة فَيجْعَل لَهُ مِنْهُ وردا لَا يخل بِهِ وَسمعت شَيخنَا يذكرهُ وَذكر فِيهِ فضلا عَظِيما لَا احفظه وَرُبمَا كَانَ من جملَة اوراده الَّتِي لَا يخل بهَا وسمعته يَقُول ان جعله بَين السَّجْدَتَيْنِ جَائِز ( مفتاح دار السعادة ومنشور ولاية العلم والإرادة: ۱/۲۹۸ )
Artinya: “Rabbighfirli waliwalidayya walil muslimina wal muslimat wal mukminina wal mukminat, disunnahkan bagi setiap orang untuk terus menerus membaca doa ini setiap hari 70 kali dan dijadikan wirid yang tak pernah ditinggal. Saya mendengar guru kita (Ibnu Taimiyah) menyebutkannya dan beliau menjelaskan bahwa di dalamnya ada keutamaan besar yang saya tidak ingat. Seringkali ini jadi sebagian wirid yang tak pernah beliau tinggal. Saya mendengar beliau berkata: membacanya di antara dua sujud diperbolehkan”.
Simak pernyataan di atas yang sepertinya takkan anda temukan dalam satu hadispun. Ibnu Taimiyah menentukan batasan bacaan 70 kali setiap hari dan bahkan memperbolehkan wirid ini untuk dibaca dalam duduk di antara dua sujud ketika shalat. Adakah pendaku salafi yang mau mengatakan ini bid’ah? Atau malah berkelit mengatakan bahwa ini maslahah mursalah sebab yang berkata adalah Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim?
Wirid-wirid semacam ini tidak termasuk dalam cakupan makna bid’ah, sebab sejak awal memang tidak dianggap sebagai syariat baru atau diyakini berasal dari anjuran Rasulullah, akan tetapi hanya kalam hikmah saja. Sama seperti nasihat seseorang “Sebelum tidur bacalah Qur’an satu maqra’, nanti kamu akan enak hidupnya”. Nasihat semacam ini sama sekali bukan bid’ah meskipun melibatkan ibadah sebab ibadahnya adalah yang berkategori mutlak dan tidak diniati sebagai syariat. Kalam hikmah semacam ini urusannya hanya dengan manjur atau tidak, mujarrab atau tidak; bukan dengan sesat atau tidak. Sesat bagaimana lah wong memang jenisnya adalah bacaan baik.
Sebagai penutup, saya nukilkan suatu wirid yang sangat banyak khasiatnya dan sudah diamalkan oleh sekian banyak ulama dari lintas generasi, khususnya di kalangan Syafi’iyah. Wirid ini panjang sekali (biasanya wirid panjang disebut dengan istilah hizb), saya nukil bagian awalnya saja sebagai berikut:
بسم الله ، اللّه أكبر ، اللّه أكبر ، اللّه أكبر ، أقول على نفسي ، وعلى دِيني ، وعلى أهلي ، وعلى مالي ، وعلى أصحابي ، وعلى أديانهم ، وعلى أموالهم ؛ ألف ألف ألف لا حول ولا قوة إلاّ باللّه العلي العظيم . بسم الله ، وبالله ، ومن الله ، وإلى الله ، وعلى الله ، وفي الله ، ولا حول ولا قوة إلاّ بالله العلي العظيم .بسم الله على دِيني وعلى نفسي ، بسم الله على مالي وعلى أهلي وعلى أولادي وعلى أصحابي ، بسم الله على كلِّ شيءٍ أعطانيه ربي ، بسم الله ربِّ السموات السبع ، ورب الأرضين السبع ، ورب العرش العظيم بسم الله الذي لا يضرُّ مع اسمه شيءٌ في الأرض ولا في السماء وهو السميع العليم (3 مرات)….
Wirid di atas sangat masyhur dibaca orang-orang hebat yang insya Allah para Waliyullah. Pengarangnya adalah seorang Imam Mujtahid dalam mazhab Syafi’i yang ilmunya terlalu luas dan terlalu hebat untuk diabaikan, bahkan oleh para pendaku salafi sekalipun. Beberapa ulama menyebut beliau sebagai Wali Quthub, gelar kewalian tertinggi yang hanya dimiliki satu orang di setiap masa, sama seperti gelarnya Syaikh Abdul Qadir al-Jilani. Beliau adalah Yahya bin Syaraf an-Nawawi yang biasa kita kenal sebagai Imam Nawawi.
Silakan siapapun berkata bahwa nama-nama di atas bukan orang maksum yang bisa saja salah sehingga ucapannya bisa ditolak. Tapi dengan begitu saya akan dengan tegas menolak ucapan orang itu dan memilih keterangan para tokoh besar di atas. Sebab yang menggugat itu juga sama-sama tidak maksumnya tapi level keilmuannya beda jauh. (Bag. 3 – habis)
* Ust. Abdul Wahab Ahmad (pengurus MUI Jatim, peneliti Aswaja NU Center Jatim, dosen IAIN Jember); disadur dari status Facebook tanggal 27 Mei 2018