Sumber foto: klikdoktor.com

 

Tanya:

Sebagian masyarakat kita, terutama yang tinggal di pedesaan, masih mengandalkan obat-obatan herbal dan tradisional, tidak hanya yang berasal dari tumbuh-tumbuhan tetapi juga dari hewan. Misalnya cacing untuk obat tipus, tokek untuk mengobati penyakit kulit, minyak lintah sebagai obat lelaki, cicak, biawak, dan sebagainya. Pengobatan seperti ini selain harga yang terjangkau juga diyakini minim efek samping (tanpa bahan kimia). Namun, pengobatan alternatif ini cenderung mengabaikan syara’: apakah binatang itu halal atau tidak, dan najis atau tidak.

Bagaimana hukum mengonsumsi binatang-binatang diatas dalam rangka pengobatan? Pengobatan yang bagaimanakah yang diperbolehkan mengonsumsi barang najis atau haram?

 

Jawab:

Tidak boleh, kecuali tidak ada barang suci yang bisa menggantikan, atau ada tapi kurang efektif, atau lebih mahal. Selain itu, harus mendapat resep/ rekomendasi dari orang yang ahli pengobatan. Atau yang sakit tahu akan kemampuan medisnya, atau sudah masyhur bahwa barang najis itu terbukti aman dan mujarab (manjur).

 

Referensi:

  1. Asnal Matholib, Juz IV, h. 159
  2. Al-Majmu’ Syarh Muhadzdzab, Juz IX, h. 54-55
  3. Hasyiyah Al-Jamal, Juz I, h. 114
  4. Mughni al-Muhtaj, Juz I, h. 250
  5. Al-Fiqh ‘ala Madzahibil Arba’ah, Juz I, h. 161

 

Selengkapnya, bisa diunduh di tautan di bawah ini:

01.Obat Herbal dan Obat Tradisional Ampuh

 

(Zein)

1 comment
Tinggalkan Balasan
You May Also Like

Kurban Hasil Iuran Siswa, Bagaimana Hukumnya?

nutrenggalek.or.id — Setiap momen Idul Adha, umumnya lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta,…

Hukum Penukaran Uang dengan Nilai Tidak Sama

Tanya: Setiap menjelang lebaran Idul Fitri, bermuculan jasa penukaran uang baru dengan…

Hukum Melaksanakan Salat Jumat di Era Pandemi Covid-19

Lewat Bahtsul Masail, Syuriah PWNU Jawa Timur merinci hukum (fikih) melaksanakan salat Jumat di era pandemi Covid-19 disesuaikan dengan kondisi/status wilayahnya.