nutrenggalek.or.id – Rasulullah, Muhammad saw, adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus Allah SWT untuk seluruh umat manusia. Berbeda dengan, misalnya: Musa, Daud, atau Isa a.s., yang diutus hanya untuk bangsa Israel (Yahudi). Syekh Ahmad al Marzuki, melalui nadzam ‘Aqidatul Awam-nya[i], mengatakan,
نَـبِـيُّـنَـا مُحَمَّدٌ قَـدْ أُرْسِلاَ ۞ لِلْـعَالَمِـيْـنَ رَحْـمَـةً وَفُضِّلاَ
“Nabi kita, Muhammad, sungguh telah diutus kepada seluruh alam sebagai rahmat, dan beliau (Muhammad saw) telah diberi keutamaan.”
Dalam sebuah hadis riwayat Imam Ahmad dan Imam Turmudzi[ii], Rasulullah saw menegaskan, “Sesungguhnya risalah dan kenabian sudah terputus. Maka tidak ada rasul maupun nabi setelahku.”
Muhammad saw, nabi dan rasul terakhir serta pembawa risalah untuk seluruh alam tersebut adalah seorang Arab, dari suku Quraisy. Ayahnya bernama Sayyid Abdullah bin Abdul Muthalib. Sedangkan ibunya bernama Sayyidah Aminah binti Wahab.
Namun, yang sering menjadi pertanyaan, mengapa Rasulullah saw berasal dari Arab? Mengapa Allah SWT tidak memilih seseorang dari bangsa Romawi atau Persia – dua bangsa yang memiliki peradaban paling maju pada zaman itu – untuk menjadi penutup para nabi dan rasul?
Mengapa Rasulullah saw berasal dari bangsa Arab?
Dr. Said Ramadhan Al-Buthy[iii], dalam kitabnya yang berjudul Fiqh as-Sîrah an-Nabawiyyah ma’a Mûjaz li Târîkh al-Khilâfah ar-Râsyidah, berupaya menyingkap hikmah tersebut.
Menurut Dr. Buthy, pemilihan bangsa Arab sebagai bangsa pertama yang mendakwahkan Islam, bukan bangsa-bangsa lainnya, tidak terlepas dari konteks zaman menjelang Islam datang, khususnya kondisi geografis, adat istiadat, ciri khas, serta watak bangsa Arab, dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain di masa itu, terutama Persia, Romawi, Yunani, dan Hindustan –yang terkenal memiliki peradaban tinggi.
Alasan-alasan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, watak bangsa Arab secara umum memiliki jiwa yang relatif bersih dan belum ternodai dengan ide-ide buruk dari residu peradaban. Persia dan Romawi mengalami kemerosotan moral dan sosial akibat terlalu mengutamakan nilai-nilai materialisme. Hindustan juga tengah berada di titik nadir dari sisi keagamaan dan moral. Pun Yunani tenggelam dalam lautan mitos dan takhayul. Sementara Bangsa Arab–hikmah dari berbagai keterbatasannya–masih menjunjung tinggi nilai-nilai idealismenya, sehingga terjaga fitrahnya sebagai manusia yang lurus seperti watak setia, suka menolong dermawan, serta menjaga harga diri dan kehormatan. Hati mereka hanya tertutup oleh keluguan dan ketidaktahuan. Maka dibandingkan dengan bangsa-bangsa yang mengelilinginya, Bangsa Arab bagaikan bahan baku yang masih murni dan belum diolah.
Kedua, bangsa Arab, dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain di sekitarnya, merupakan lingkungan masyarakat tuna aksara, dengan cara berpikir yang sederhana dan jauh dari aneka pemikiran filsafat yang rumit. Allah SWT pun memilih seorang diantara mereka yang juga tuna aksara (ummy: tidak bisa baca-tulis) untuk diutus menjadi rasul. Tujuannya (baca: hikmahnya), agar manusia tidak punya banyak alasan untuk menuduh ajaran yang dibawakan Nabi saw merupakan hasil dari menelaah kitab-kitab kuno dan sejarah umat terdahulu, atau merupakan matarantai peradaban dan pemikiran filsafat yang berkembang di bangsa-bangsa sekelilingnya, yang membuat mereka meragukan kebenaran dakwahnya.
Ketiga, Baitul Haram (Ka’bah) terletak di daerah Arab, yang mana bangunan tersebut merupakan bangunan pertama yang didirikan manusia–Ibrahim a.s. dan Ismail a.s.–untuk beribadah dan menegakkan simbol-simbol agama. Di tempat itulah Sang Rasul Terakhir meneruskan dakwah Ibrahim a.s., Bapak Para Nabi.
Keempat, Letak geografis Jazirah Arab yang kelilingi oleh peradaban-peradaban besar sangat strategis untuk menyemaikan dakwah Islam ke bangsa-bangsa lainnya. Perjalanan dakwah ini kelak berhasil dengan gemilang pada masa Khulafaur Rasyidun.
Kelima, Bahasa Arab–bisa jadi–memiliki karakteristik yang jauh lebih istimewa dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain di dunia. Karena itulah Allah SWT memilih bahasa Arab sebagai bahasa pertama untuk menerangkan firman-Nya kepada manusia.
Selain kelima hikmah yang dikemukakan oleh Dr. Buthy tersebut, menurut Syekh Mutawalli as-Sya’rawi dalam Prof. Quraisy Syihab[iv], karakter bangsa Arab yang suka berpindah-pindah (nomaden) dan senang berperang menjadi alasan lainnya. Mereka juga berwatak kuat, tegas, berani, dan berterus terang. Dengan karakter seperti itu, menurut Syekh as-Sya’rawi, mereka dinilai selalu siap untuk menyebarkan risalah kenabian ke seluruh penjuru dan membelanya sepenuh hati, meski darah dan nyawa menjadi taruhannya.
(Androw Dzulfikar)
[i] Kitab Mandhumah ‘Aqidatul Awam merupakan kitab aqidah berbentuk syair (nadzam), karangan al-Imam al-‘Allamah Ahmad bin Muhammad Ramadhân bin Manshûr al-Makki al-Marzûki al-Mâliki al-Husaini al-Hasani, seorang mufti mazhab Maliki di Makkah. Karena ringkas dengan penjelasannya yang lugas, kitab berisi 57 nadzam ini diajarkan untuk kelas Ibtida’ di banyak pesantren di Nusantara
[ii] HR. at-Tirmidzi 4/533; Ahmad 3/267; dan al-Hakim 4/433
[iii] Dr. Muhammad Said Ramadhan bin Mulla Ramadhan al-Buthy adalah ulama berpengaruh di Timur Tengah. Ia terkenal gigih menentang faham radikal Islam dan terorisme, hingga akhirnya ia menjadi korban bom bunuh diri ketika mengajar di majelisnya di Masjid al-Imam Damaskus, Suriah, pada 21 Maret 2013. Ia syahid pada usia 84 tahun.
[iv] https://islam.nu.or.id/post/read/102410/mengapa-rasulullah-berasal-dari-arab