Oleh: Androw Dzulfikar*

Jumat tanggal 17 Desember 2021 kemarin merupakan hari yang bersejarah bagi kabupaten Trenggalek. Prasasti Kamulan yang sekian lama tersimpan di museum Wajakensis Tulungagung berhasil diboyong pulang ke Trenggalek. Bupati Nur Arifin mengatakan bahwa kembalinya Prasasti Kamulan bisa menjadi titik awal kebangkitan Trenggalek.

Menurut Abdul Hamid Wilis (2016), Prasasti Kamulan merupakan prasasti paling tua di Trenggalek yang di dalamnya tercantum hari, tanggal, serta tahun pembuatannya secara lengkap, yakni 31 Agustus 1194. Sehingga tanggal tersebut dijadikan rujukan serta dimaklumatkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Trenggalek. Dan tiap tahun—sejak 1984—tiap tanggal 31 Agustus diselenggarakan peringatan besar-besaran di seantero kabupaten Trenggalek.

Prasasti Kamulan sangat krusial bagi Trenggalek. Ia dijadikan akar kesejarahan eksistensi kabupaten Trenggalek. Sejarah, sebagaimana dikatakan para pakar, dibutuhkan bukan sebatas untuk memahami masa lalu, melainkan, lebih dari itu, untuk memahami diri sendiri dan meneguhkan jati diri dalam upaya membangun masa depan. Menyitir Gill Scott dari Peter Carey, jika kita tidak tahu dari mana berasal, kita tidak akan tahu kemana kita (harus) melangkah.

Maka, memaklumatkan kronogram Prasasti Kamulan sebagai Hari Jadi kabupaten berarti merawat ingatan terhadap kekuatan dan kebesaran rakyat Trenggalek yang dulu mampu membantu seorang raja (Kertajaya) dalam merebut kembali singgasananya (Kadiri). Karakteristik (setia, ringan tangan, kuat, dan merdeka) itulah yang dijadikan simbol jati diri rakyat Trenggalek, sebagai modal sosial dalam membangun peradaban di masa kini dan mendatang.

Selain dari akar historis tersebut, sesungguhnya ada satu momen lagi yang sama krusialnya bagi eksistensi kabupaten Trenggalek. Momen tersebut adalah pembentukan Daerah Kabupaten Trenggalek secara definitif-administratif oleh Pemerintah Republik Indonesia. Itu terjadi pada akhir tahun 1950, dengan diterbitkannya UU Nomor 12 Tahun 1950 Tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten di Djawa Timur.

Apabila tahun 1194 dianggap sebagai tahun “dimulainya” peradaban Trenggalek, maka tahun 1950 adalah tahun dimulainya eksistensi kabupaten Trenggalek, berdasarkan sistem negara kesatuan RI dan pembagian daerah administratifnya yang berlaku saat itu, hingga sekarang.

Sebelum tahun 1950, wilayah Trenggalek mengalami pasang surut, mengikuti kebijakan yang berlaku saat itu—baik oleh pihak keraton (Demak dan Surakarta) maupun Hindia Belanda. Di satu periode, Trenggalek jadi kabupaten (kadipaten) dengan wilayah yang lebih luas daripada saat ini. Tetapi di periode lain, kabupaten Trenggalek dihapuskan dan wilayah-wilayah (kademangan) bawahannya digabungkan dengan kabupaten sekitar, seperti Tulungagung (Ngrowo), Pacitan, dan juga Ponorogo.

Di zaman revolusi kemerdekaan, ketika kesadaran nasional sudah terbentuk, serta mulai bermunculannya organisasi pergerakan nasional, kabupaten Trenggalek kembali dihapus. Itu terjadi pada tahun 1935 seiring terjadinya vacum of power paska kewafatan Bupati Purbonagoro. Padahal, organisasi nasional seperti SI, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, termasuk kemudian Masyumi, sudah dibentuk cabangnya di Trenggalek. Begitu juga instansi pemerintah seperti KDM atau Kodim. Praktis, organisasi-organisasi yang ada di Trenggalek tersebut—kecuali Kodim—menginduk ke kabupaten terdekat: Tulungagung.

Menjelang dibubarkannya RIS untuk membentuk Negara Kesatuan RI, Pjs Presiden RI, Mr. Assaat, pada tanggal 8 Agustus 1950 mengeluarkan UU RI Nomor 12 Tahun 1950 Tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten di Djawa Timur. Dengan Undang-undang tersebut, maka kawedanan Trenggalek, Kampak, dan Karangan yang semula berada di bawah kabupaten Tulungagung serta kawedanan Panggul yang semula di bawah kabupaten Pacitan, disatukan untuk dijadikan kabupaten tersendiri, yaitu Kabupaten Trenggalek.

Pembentukan kembali kabupaten Trenggalek tersebut ditindaklanjuti dengan menyusun perangkat pemerintahan. Pada tanggal 12 Oktober 1950, dibentuk panitia penyusunan DPRDS Kabupaten Trenggalek oleh Acting (Penjabat) Bupati Trenggalek, R. Priadi. Di bulan yang sama, panitia yang berjumlah tiga orang tersebut membentuk DPRDS yang beranggotakan 15 orang. Selanjutnya, DPRDS membentuk DPD (Dewan Pemerintah Daerah). Di samping itu, ditunjuk pula Bupati Trenggalek (R. Moeprapto), dan dilantik pada tanggal 27 Desember. Dua hari kemudian, yakni tanggal 29 Desember, giliran DPRD Kabupaten Trenggalek dilantik.

Hamid Wilis—dalam sebuah buku yang tidak diterbitkan—menyebut, DPRDS Kabupaten Trenggalek dilantik pada hari Jumat, 29 Desember 1950. Semenjak itu, tiap tanggal 29 Desember diadakan Peringatan Hari Lahir DPRD Kabupaten Trenggalek. Namun pada tahun 1980-an, peringatan tersebut tidak diadakan lagi.

Mengapa Harlah DPRD Kabupaten Trenggalek Tak Lagi Diperingati?

Pertanyaannya kemudian, mengapa kini Harlah DPRD Kabupaten Trenggalek tiap tanggal 29 Desember tidak lagi diperingati?

Penulis kesulitan menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut. Hamid sendiri, yang merupakan salah satu anggota dari Panitia Sejarah Trenggalek (PST), di bukunya tidak menjelaskan lebih lanjut. Maksud penulis untuk mencari jawaban ke kantor DPRD Trenggalek juga urung setelah seorang kawan yang bertahun-tahun bekerja di sana memberitahu tidak adanya arsip dokumen di kantornya yang mungkin bisa menjelaskan mengenai hal tersebut.

Penulis menduga, ditiadakannya peringatan Harlah DPRD Trenggalek tiap 29 Desember sejak 1980-an—sebagaimana disebut oleh Hamid—ada hubungannya dengan hasil kerja Panitia Sejarah Trenggalek. Panitia yang dibentuk atas inisiatif Bupati Soetran tersebut, salah satu tugasnya adalah mencari Hari Jadi Kabupaten Trenggalek. Maka ketika pada tahun 1984 panitia berhasil merumuskan dan menetapkan tanggal 31 Agustus sebagai Hari Jadi kabupaten, bisa jadi, peringatan Harlah DPRD pada tanggal 29 Desember ditiadakan untuk dipusatkan peringatannya pada tanggal 31 Agustus.

Dengan kata lain, mulai tahun 1984, diselenggarakan peringatan Hari Jadi kabupaten untuk yang pertama kalinya. Tetapi—bisa jadi—mulai tahun itu juga, Hari Lahir DPRD tidak lagi diperingati, atau diperingati untuk yang terakhir kalinya.

Tulisan ini tidak bertendensi untuk mengharapkan diselenggarakannya lagi peringatan Harlah DPRD tiap tanggal 29 Desember. Akan tetapi setidaknya pembaca tahu, sebelum ada peringatan Hari Jadi kabupaten tiap tanggal 31 Agustus, terlebih dahulu ada peringatan Hari Lahir DPRD kabupaten Trenggalek.

Namun demikian, menurut penulis, baik tanggal 31 Agustus 1194 maupun tanggal 29 Desember 1950 memiliki signifikansi yang sama. Jika tanggal yang pertama dijadikan sebagai akar historis, maka yang terakhir merupakan landasan administratif bagi eksistensi kabupaten Trenggalek. (*)

Androw Dzulfikar: penikmat kesejarahan kabupaten Trenggalek; Wakil Ketua PC GP Ansor Trenggalek; dan Sekretaris LTN NU Trenggalek.
You May Also Like

Dewi Yukha Nida, Qari Internasional dari Trenggalek

Ning Nida, demikian ia biasa dipanggil. Sapaan “Ning” kepadanya tidaklah berlebihan. Bukan…

Sejarah Tradisi Kupatan di Durenan Trenggalek: Dari Wali Songo hingga Mbah Mesir

Tradisi kupatan merupakan akulturasi budaya yang dilakukan oleh salah satu Wali Songo, yaitu Sunan Kalijaga. Tradisi kupatan yang sebelumnya adalah simbol yang dikenal

Mengenal Lebih Dekat Ketua PCNU Trenggalek KH. Fatchulloh Sholeh (Gus Loh)

KH. Muhammad Fatchulloh Sholeh adalah Ketua Tanfidziyah PCNU kabupaten Trenggalek. Di periode…

Sosok Mbah Anwar, Cikal Bakal Pondok Al-Anwar Ngadirenggo

Sebelum berdiri madrasah pada 1992, Kiai Ghufron mengajar para santrinya di langgar atau musala kecil yang sudah terlebih dahulu berdiri.