Menjelang Hari Raya Idul Adha, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) mendapat perhatian besar, baik dari pemerintah maupun ulama. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah supaya penyakit tersebut tidak merebak lebih luas.
Kiai Zahro Wardi, Wakil Syuriah PCNU Trenggalek yang juga perumus Lembaga Bahstul Masail (LBM) PWNU Jawa Timur, menyatakan, hewan yang terjangkit PMK ringan masih bisa dijadikan sembelihan qurban.
Gus Zahro, sapaan akrabnya, merujuk beberapa artikel dan pernyataan dokter hewan, PMK tidak sama kadarnya. Ada gejala permulaan, menengah dan berat. Sementara di dalam fikih, hewan yang sakit bisa menjadikan tidak sah dibuat qurban.
“Tentu ini (hewan yang terjangkit PKM dalam gejala permulaan) masih sah digunakan untuk qurban karena ini tergolong marod (sakit) yang khofif atau sakit yang ringan,” ungkap Gus Zahro, Sabtu (4/6/2022).
Gejala klinis pada hewan yang terjangkit PMK ringan antara lain hanya luka di kulit, kuku, dan di mulut, serta nafsu makan berkurang tapi tidak sampai menyebabkan kurus.
Sedangkan hewan yang terjangkit PMK berat bisa ditandai dengan gejala hewan pincang dan kurus. Bisa dikatakan, PMK dengan gejala berat dapat mengubah fisik hewan. Hewan yang demikian tidak sah digunakan untuk qurban.
“Tapi al bayyin marodhohu jadi yang betul-betul sakit. Sakit yang berpengaruh terhadap berkurangnya daging hewan qurban, atau menjadi kurus,” paparnya.
Kiai yang juga dosen S2 di Ma’had Ali Lirboyo ini menambahkan, menurut hadis Nabi, hewan yang sakit yang menyebabkan cacat juga tidak boleh digunakan untuk sembelihan qurban. Seperti kulit yang sudah mengelupas, kemudian menjadi pincang dan sebagainya.
“Sehingga perlu ada pemilihan antara penyakit yang secara klinis ringan, dengan penyakit PMK yang secara klinis berat,” tambahnya.
Apabila terdapat sapi yang positif terjangkit PMK kemudian diobati, dan pada saat Hari Raya Qurban (tanggal 10 Dzulhijjah ditambah 3 Hari Raya Tasyrik) sehat kembali, menurut Gus Zahro tidak masalah atau boleh untuk qurban.
Istilahnya, hewan bekas atau baru saja sakit, dan sudah sehat kembali. Meski demikian, kesehatan hewan tersebut juga perlu diperhatikan lagi.
Hewan yang Sudah Ditentukan sebagai Qurban Nazar Tapi Terjangkit PMK
Lebih lanjut, Gus Zahro mengungkapkan bahwa ada qurban yang dinazari dan ada qurban yang belum dinazari. Di samping itu juga ada qurban yang dinazari dengan menentukan hewan tertentu. Bagaimana apabila hewan yang sudah ditentukan tersebut terjangkit PMK?
“Kalau saat nazar hewan tertentu ini masih sehat, lalu kemudian pada hari H terkena PMK, maka ini sah digunakan untuk qurban,” imbuh kiai yang juga menjabat Komisi Fatwa MUI Jatim ini.
Status sah tersebut berkaitan dengan nazar yang di-ta’yin. Dalam beberapa referensi dijelaskan, apabila ada orang nazar dengan hewan yang cacat, maka mayoritas ulama menyatakan sah sebagai hewan qurban karena harus disembelih nazarnya.
Namun yang perlu diperhatikan, sekalipun dianjurkan untuk tetap disembelih, tetapi harus mengikuti para ahli. Misalnya, tidak memakan bagian-bagian tertentu seperti mulut, kaki, jeroan, dan sebagainya.
Masih menurut Gus Zahro, meski qurban dengan hewan yang terjangkit PMK tidak sah, tetapi daging-daging tersebut tetap bernilai sedekah. Dengan kata lain, tidak sah sebagai daging qurban bukan berarti tidak boleh disembelih dan tidak berpahala.
“Tetap disembelih, tetap berpahala dan statusnya tetap hewan qurban, tetapi sedekah biasa,” ungkapnya.
Terkait permasalahan PMK, pihaknya menginginkan agar semua lapisan masyarakat berpartisipasi dalam pencegahan penyebaran PMK.
“Dinas Kesehatan bisa bekerja sama untuk memastikan hewan-hewan yang dijualbelikan ada cek kesehatan, dipastikan hewan-hewan tidak terkena PMK,” ungkapnya.
Dengan begitu, masyarakat bisa tenang dalam melaksanakan ibadah qurban di tengah wabah PMK saat ini.
(Madchan Jazuli/Arkha)