Pendakwah (baca: penceramah) Ahlus Sunnah wal Jamaah an-Nahdliyah atau Aswaja NU mengedepankan sikap tawasuth (moderat), tawazun (seimbang), i’tidal (tegak lurus) dan tasammuh (toleransi). Dalam berdakwah atau berceramah, pendakwah Aswaja NU tidak terlalu ekstrim kanan yang cenderung radikal, dan tidak pula terlalu ekstrim kiri yang cenderung liberal.

Di antara pembeda dengan firqah-firqah lain dalam Islam, pendakwah, dai, atau mubaligh Aswaja NU memegang teguh prinsip-prinsip, yakni dalam bidang fikih mengikuti salah satu dari empat madzhab dari kalangan tabi’in dan tabi’it tabi’in yang merupakan mujtahid masyhur, yang telah merumuskan kaidah-kaidah usuliyyah dalam melaksanakan tasyri’ yang menjadi pedoman bagi generasi berikutnya. Keempat madzhab tersebut, yaitu: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali.

Di bidang akidah, pendakwah Aswaja NU mengikuti Syekh Abul Hasan al-Asy’ari dan Syekh Abu Mansyur al-Maturidi, serta yang sejalan dengan keduanya.

Di bidang tasawuf, pendakwah Aswaja NU mengikuti Imam al-Ghazali dan Syekh Junaid al-Baghdadi, serta yang sejalan dengan mereka. Tasawuf dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mengajarkan teori taqarrub atau pendekatan kepada Allah Swt (melalui aurad/ dzikir), yang diwadahi dalam thariqat sebagai madzhab yang sesuai dengan syariat Islam.

Dalam hal berdakwah, setidaknya pendakwah Aswaja NU memiliki sejumlah ciri atau kriteria sebagai berikut: pertama, tidak menvonis kafir atau munafik. Pendakwah Aswaja NU harus menghindari hal-hal yang menimbulkan permusuhan serta selalu menjaga ukhuwah, tolong menolong, saling menghormati, dan menghargai satu sama lain sesama muslim.

Hal ini sebagaimana yang disampaikan Imam al-Ghazali berikut:

“Yang seyogyanya dibuat simpulan adalah menjaga diri dari mengafirkan orang lain sepanjang menemukan jalan (takwil), karena sungguh penghalalan darah dan harta muslim yang shalat menghadap kiblat, yang jelas mengucapkan dua kalimat syahadat, merupakan kesalahan. Padahal kekeliruan membiarkan hidup seribu orang kafir, lebih ringan daripada kekeliruan dalam membunuh satu nyawa seorang muslim.”

Kedua, tidak memberontak kepada pemerintah yang sah. Pendakwah Aswaja NU memahami betul bahwa berdasarkan ijma’ atau kesepakatan ulama, tindakan makar atau pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah adalah haram hukumnya.

Andaikata ada kekeliruan dari kebijakan pemerintah, maka hendaknya memberi nasihat dengan cara yang bijak, santun, dan sesuai jalur konstitusi. Tidak dengan cara caci maki, fitnah, hoaks, mengumbar aib di media sosial, atau dengan cara-cara yang inkonstitusional. Yang perl ditekankan adalah: pendakwah Aswaja NU adalah pribadi yang religius sekaligus nasionalis.

Ketiga, menghargai perbedaan. Perbedaan adalah sunnatullah. Terhadap tiap perbedaan yang bersifat furu’iyyah, pendakwah Aswaja NU tidak mengklaim sesat, fasik atau kafir kepada pihak lain. Ia menghargai perbedaan pendapat dalam masalah ijtihadiyah, dan tidak mengklaim bahwa hanya pendapatnya yang benar sementara yang lain salah.

Keempat, ramah dan santun. Pendakwah Aswaja NU menerapkan betul etika dalam berdakwah. Yakni, berdakwah dengan penuh kasih sayang, mengayomi, dan penuh kelembutan. Ia menuntut masyarakat atau umat dengan cara bertahap, sedikit demi sedikit, dan tidak frontal. Ia juga tidak gampang mengharam-haramkan sesuatu yang tidak sejalan manhaj berfikirnya .

Yang paling mendasar dari pendakwah Aswaja NU adalah: berdakwah dengan bijak. Allah Swt berfirman dalam surat an-Nahl ayat 125:

ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik.” (an-Nahl: 125)

Di samping itu, pendakwah Aswaja NU mengedepankan ketersambungan atau sanad keilmuan ajaran kepada Kanjeng Rasul Muhammad saw. Wallahua’lam. (*)

* Ust. Ali Asmungi: Ketua PC Lembaga Dakwah NU Trenggalek.

You May Also Like

Bacaan dan Tata Cara Bilal Shalat Jumat (Panduan Singkat)

Dalam pelaksanaan shalat Jumat, bilal atau muraqqi mempunyai peran yang penting. Bilal…

Makna ar-Rahman & ar-Rahim Secara Bahasa, Istilah, dan Kalam

Kaum muslimin Indonesia pada umumnya mengetahui makna ar-Rahman dan ar-Rahim sebagai Yang…

Dalil Penentuan Jumlah Bilangan Bacaan Wirid atau Dzikir

Adapun soal penentuan bilangan dan lafaznya, maka sebenarnya sama saja bisa ditentukan…

Nasihat Mewujudkan Pernikahan yang Maslahah

Pernikahan itu sakral. Allah Swt menyebutnya sebagai “mitsaqan ghalidza” alias perjanjian yang…